Di sini anda dapat membaca secara online buku novel cerita silat Indonesia, Serial Raja Petir,  episode Pembalasan Berdarah, yang dikarang oleh Bondan Pramana

KARAKTER TOKOH
Nama Tokoh:

https://forumupload.ru/uploads/001b/2b/22/4/801969.jpg
Gambar:
Novel / Cerita Silat Indonesia

Serial Raja Petir:
Pembalasan Berdarah
Karya: Bondan Pramana

Baca Cerita

Usia senja nampaknya sudah semakin larut saja. Bahkan keindahannya makin terganggu oleh ledakan guntur yang terdengar saling bersahutan. Sebentar kemudian, air mengucur cukup deras, ditumpahkan langsung dari langit. Sehingga membuat para penduduk Desa Tegalreja sedikit sibuk.

Sementara sebagian penghuni rumah yang terbuat dari papan, tampaknya lebih suka berada di dalamnya. Memang, rata-rata rumah penduduk di desa itu terbuat dari papan.

"Hujan seperti ini biasanya bertahan lama," kata lelaki di dalam sebuah pondok sambil menempatkan lampu di dinding kayu. Lelaki berpakaian serba putih itu melangkah perlahan, menghampiri istrinya yang tengah menyusui anaknya yang berusia baru empat puluh lima hari. Seorang bayi laki-laki yang nampak begitu montok.

Lelaki itu berhenti agak jauh dari sisi tempat tidur. Matanya yang begitu sarat oleh kegembiraan, diarahkan pada istrinya lamat-lamat. Tak lama kemudian, lelaki berumur tak lebih dari tiga puluh tahun itu duduk di bibir tempat tidur. Sebentar tangannya mencekal paha anak lelakinya yang dirasakan begitu kenyal.

"Kulitnya tebal dan berotot," kata lelaki itu lagi seraya mencium bayinya yang nampak begitu sehat.

Sementara di luar sana, hujan semakin deras mengucur diiringi guntur yang bersahut-sahutan. Udara dingin nampak semakin menusuk kulit. Tidak ada yang tahu kalau tiba-tiba dari balik kerimbunan pohon sebelah Timur, melenting beberapa sosok bayangan hitam yang jumlahnya sekitar sepuluh orang. Mereka sudah menjejakkan kakinya dengan indah di atas tanah becek. Sedikit pun tak terdengar suara saat kaki mereka
mendarat bersamaan. Jelas, kesepuluh bayangan itu bukanlah orang-orang sembarangan! Paling tidak, kepandaian mereka tidak bisa dianggap remeh.

Salah satu bayangan itu tampak mengangkat tangannya tinggi-tinggi, kemudian merentangkannya. Rupanya dia memberi aba-aba agar kesembilan bayangan lainnya berpencar ke empat penjuru rumah yang menjadi sasarannya

Tak lama setelah kesembilan bayangan tadi menghilang darihadapannya, lelaki yang nampak berwajah kasar dengan sebaris luka memanjang di pipi sebelah kiri itu melangkah perlahan. Dia menuju pintu rumah yang dihuni suami istri yang sedang tenggelam dalam kebahagiaan karena telah dikaruniai seorang bayi.

Tiba di depan pintu kayu, kepala lelaki bertampang angker itu menoleh kekanan, kekiri, dan kebelakang. Entah apa yang dicarinya. Yang jelas, setelah tak ada sesuatu yang dikhawatirkan, tanpa ragu lagi dia mengetuk pintu di hadapannya.

Sebentar laki-laki itu menunggu, tak lama kemudian terdengar suara ayunan langkah dari balik pintu. Lalu, terdengar suara berderak pintu yang terbuka.

BACA BAGIAN INI:

“Tak kusangka, Kakang akan datang kemari," ujar lelaki berbaju putih itu sambil menggeser bangku kayu. "Duduklah, Kakang."

Lelaki berbaju merah menyala yang dipanggil kakang melepas senyum sinisnya sambil mengangkat kaki, dan meletakkannya di atas bangku yang disediakan oleh tuan rumah tadi.

"Sepertinya ada perlu penting, sehingga Kakang datang ke sini," duga si tuan rumah.

Lelaki berbaju serba putih itu melipat kedua tangan dan menyilangkan di depan dada. Dia sesungguhnya sudah tahu maksud kedatangan orang di hadapannya ini.

"Sangat penting!" sentak lelaki berwajah angker itu.

Suara lelaki berpakaian merah menyala dan berkepala botak itu terdengar menggelegar. Bahkan kursi yang ada dalam pijakannya langsung dihantam dengan kakinya sambil menyeringai buas. Tampangnya benar-benar angker. Sepasang palu bergerigi warna hitam dengan rantai baja, yang dililitkan di pinggang, memberi kesan kuat akan keangkerannya.

"Katakanlah, Kakang. Mungkin aku bisa membantu," ujar lelaki berbaju putih, tenang. Sedikit pun tak nampak kegugupan pada ucapannya. wajahnya pun tidak nampak ada ketegangan.

"Aku akan menjemput Purwakanti!" keras suara lelaki botak itu.

Purwakanti adalah istri lelaki berbaju putih itu. Dia yang mendengar ucapan tadi menjadi tersentak. Tapi, hatinya sedikit pun tak ada rasa takut Purwakanti yakin, suaminya yang bernama Sempani itu akan mampu menandingi kedigdayaan kakak seperguruannya yang saat ini tengah mengadu urat dengan suaminya.

Lelaki berbaju merah menyala yang merupakan kakak seperguruan Sempani memang mempunyai watak telengas. Sepak terjangnya benar-benar merugikan orang banyak.

"Kau tidak lihat, Kakang Gandewa? Antara aku dan Kakang Sempani sudah terjalin suatu ikatan yang tak mungkin dapat dipisahkan! Bahkan di antara kami telah hadir sosok bayi yang menandakan, betapa kuatnya hubunganku dengan Kakang Sempani. Jadi, untuk apa kau menjemputku?" sentak Purwakanti.

Lelaki berkepala botak yang ternyata bernama Gandewa tersenyum nyinyir. Sebentar kemudian, senyumnya ditukar dengan ledakan tawa yang disertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

Sempani sangat terkejut mendapat serangan tawa ini. Cepat-cepat dikerahkan tenaga dalamnya untuk mengimbangi tawa lelaki berkepala botak itu. Begitu juga yang dilakukan Purwakanti. Tapi, bagaimana dengan bayi yang berada dalam pelukannya?

Tiba-tiba secara berbarengan, Sempani dan Purwakanti mengibaskan tangan kanannya. Dari gerakan yang cukup kuat itu, terciptalah hembusan angin dahsyat yang mampu mengusir tawa Gandewa.

"Apa maumu, Gandewa?!" sentak Sempani, mulai naik pitam.

Lelaki berkepala botak yang bernama Gandewa itu kembali terkekeh. Namun, kali ini tak disertai pengerahan tenaga dalam.

"Sudah kukatakan, kedatanganku ke sini untuk menjemput Purwakanti, kekasihku," jawab Gandewa sambil memandang genit ke arah Purwakanti.

"Kekasihmu?!" teriak Purwakanti, meleceh. "Cih! Tak tahu malu! Siapa yang sudi jadi kekasihmu." Purwakanti langsung maju menyerang. Tapi, Sempani lebih cepat menahan langkah istrinya. Sehingga, Purwakanti hanya mampu menahan geram saja.

Baca Cerita Serial Lainnya:
☻xxx